Selasa, 02 April 2013

Pengaruh Bacaan Teenlit Terhadap Perkembangan Psikologis Remaja - BAB II


BABII
PENGARUH BACAAN TEENLIT TERHADAP PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS SISWA KELAS X dan XI SMA EKA WIAJAYA

2.1 Pengertian Sastra
suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai satra bila didalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan baru dan kagum dihati  pembacanya.
Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam dihati para pembacanya sebagai peruwujudan nilai-nilai karya seni. Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk karya tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra begitu juga sebaliknya.
Sastra memiliki beberapa jenis, yaitu:
1.      Sastra daerah, yaitu karya sastra yang berkembang didaerah dan diungkapakan dengan menggunakan bahasa daerah.
2.      Sastra dunia, yaitu karya sastra milik dunia yang bersifat universal.
3.      Sastra kontemporer, yaitu sastra masa kini yang telah meninggalkan ciri-ciri khas pada masa sebelumnya.
4.      Sastra modern, yaitu sastra yang telah terpengaruh oleh sastra asing khusunya sastra barat.
Contoh-contoh karya sastra yang sering kirta lihat sehari-hari antara lain puisi, cerpen, novel dan drama. Masing-masing karya sastra tersebut memiliki ciri khas dan juga isinya beragam tergantung pada si pembuat karya sastra tersebut. Isinya biasanya berupa tentang kehidupan nyata si pembuat, pandangan si pembuat, kehidupan social maupun kritik sosial. Walaupun bermacam-macam isinya asalkan memiliki rasa keindahan itu dapat digolongkan sebagai sebuah karya sastra.

2.1.1 Pembagian Sastra Indonesia
Karya sastra Indonesia dapat dibagi menjadi 2 menurut zaman pembuatan karya sastra tersebut. Yang pertama adalah karya sastra lama dan yang kedua adalah karya sastra baru.

2.1.1.1 Karya Sastra Lama
Karya sastra lama adalah karya sastra yang lahir dalam masyarakat lama, yaitu suatu masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat yang berlaku didaerahnya. Karya sastra lama biasanya bersifat moral, pendidikan, nasihat dan adat istiadat serta ajaran-ajaran agama. Sastra lama Indonesia ini memiliki ciri-ciri:
1.      Terikat oleh kebiasaan dan adat masyarakat
2.      Bersifat istanasentris/kratonsentris
3.      Bentuknya baku
4.      Biasanya bersifat anonim
Bentuk sastra lama Indonesia adalah pantun, gurindam, syair, hikayat, dongeng dan tambo.

2.1.1.2 Karya Sastra Baru
            Karya sastra baru ini sangat berbeda dengan karya sastra lama. Karya sastra ini sudah tidak dipengaruhi oleh adat istiadat kebiasaan masyarakat disekitarnya. Karya sastra ini cenderung lebih dipengaruhi oleh karya sastra barat atau karya sastra eropa. Sastra baru Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Ceritanya berkisar kehidupan masyarakat
2.      Bersifat dinamis (mengikuti perkembangan zaman)
3.      Mencerminkan kepribadian pengarangnya
4.      Nama si pembuat karya selalu tercantum
Jenis-jenis karya sastra baru antara lain:

2.1.1.2.1 Roman
Roman adalah bentuk prosa baru yang berisikan cerita mengenai kehidupan manusia secara rinci. Para pelaku yang mendukung cerita itu diceritakan mulai dari kecil, dewasa hingga meninggal. Karena ceritanya sangat mendetail sekali, roman hampir seperti suatu cerita kehidupan yang nyata. Contoh roman yang terkenal adalah siti nurbaya yang menceritakan tentang kehidupan siti nurbaya.

2.1.1.2.2 Novel
Novel adalah bentuk karangan yang lebih panjang dari cerpen, namun lebih pendek daripada roman. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong berita" Selain itu  Novel hampir sama seperti roman hanya saja novel tidak menceritakan kehidupan tokohnya secara mendetail. Novel hanya menceritakan sepenggal bagian kehidupan tokohnya yang luar biasa dan biasanya mengubah kehidupan tokoh tersebut. Novel terbagi atas beberapa jenis, yaitu: novel anak-anak, teenlit, chiklit dan novel dewasa.

2.1.1.2.3 Cerpen
Cerpen merupakan cerita pendek. Sesuai namanya cerpen berbentuk pendek dan tidak sepanjang roman maupun novel. Cerpen hanya mengisahkan sebagian peristiwa yang dialami tokoh dalam cerpen tersebut. Panjang cerpen hanya berkisar antara lima sampai sepuluh halaman saja.

2.1.1.2.4 Puisi Modern
Puisi modern adalah puisi yang sudah tidak terikat dengan berbagai macam aturan. Puisi modern sudah tidak memiliki aturan mengenai jumlah baris dalam satu bait, rima, ataupun tema. Isinya sangat bebas tergantung oleh si pembuat puisi tersebut.

2.2 Novel dan Teenlit

2.2.1 Pengertian Novel Secara Keseluruhan
Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esei, puisi, novel, cerita pendek, drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca oleh para pembaca. Karya– karya modern klasik dalam kesusasteraan, kebanyakan juga berisi karya– karya novel.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel adalah novel syarat utamanya adalah bawa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola – pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedang novel hiburan Cuma berfungsi personal. Novel berfungsi social lantaran novel yang baik ikut membina orang tua masyarakat menjadi manusia. Sedang novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan tidak membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau cepat–cepat membacanya.
Banyak sastrawan yang memberikan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda. Definisi – definisi itu antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo Drs).
  2. Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya social, moral, dan pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd, Dra. Abdul Roni, M. Pd).
  3. Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsure, yaitu : undur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Drs. Rostamaji,M.Pd, Agus priantoro, S.Pd).
  4. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsure-unsur intrinsic (Paulus Tukam, S.Pd)
2.2.2  Teenlit
Dari suku katanya dapat dibagi atas dua suku kata dasar yang merupakan serapan dari bahasa Inggris yaitu teen dan literature. Teen berarti remaja dan literature yaitu sastra atau tulisan. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa teenlit adalah sebuah karya tulis atau sastra yang tema dan pangsa pasarnya adalah para remaja.
Sebagai salah satu jenis dari novel populer, teenlit  mengalami masa kemajuan pada masa periode tahun 2000-an. Berbagai jenis dan judul novel jenis ini banyak bermunculan dengan peminatnya yang semakin bertambah dan juga produktivitasnya sangat tinggi melebihi buku-buku lain.
Ciri-ciri dari novel adalah ceritanya yang selalu mengangakat dan berkaitan dengan permasalahan remaja. Yang sering diangkat adalah tentang masalah percintaan dan juga persahabatn dengan intrik-intriknya yang tidak terlalu berat dan lebih mudah dimengerti oleh para remaja dalam memahami ceritanya. Selain itu teenlit biasanya menggunakan bahasa yang dapat dikatakan sebagai bahasa gaul dan juga tokoh utamanya adaalh seorang gadis.
Hal ini menyebabkan banyak peminat teenlit berasal dari para remaja putri, namun tidak menutup kemungkinan juga para remaja putra membacanya. Selain dari para remaja, teenlit juga banyak mendapat sambutan posirif dari masyarakat luas khusunya di Indonesia.

2.2.2.1 Teenlit dan Chiklit Dimasa Kini
Ditilik dari pengertian substansial yang mengarah pada aspek linguistik, chicklit terpahami sebagai sebuah karya sastra yang bersifat populer. Konsekuensinya, cerita-cerita yang diangkat adalah seputaran dinamika hidup orang-orang perkotaan, terkhusus para perempuannya, yang identik dengan cara berpikir modernis, tak ketinggalan dalam hal mode pakaian, rambut, jenis parfum yang disemprotkan, dan ukuran kelas sosial lainnya yang menjurus pada kosmopolitanisme. Sedangkan teenlit lebih dipahami sebagai kemasan cerita yang ditujukan buat kaum remaja, seperti halnya novel-novel remaja yang belakangan ini membanjir di rak-rak toko buku.
Dari segi aspek estetika kesastraan, fenomena chicklit dan teenlit ini lebih mudah diterima masyarakat karena gaya bertuturnya yang ringan, mengangkat cerita hal-hal yang sepele, sangat menghibur, dan biasanya ditulis dengan teknik penceritaan semirip buku harian. Jadi, secara emosional jelas membangkitkan keterlibatan dari para pembacanya, yang membuat para pembaca tersebut seperti enggan berpindah ke buku lain jika belum menamatkan karena cara penyajiannya yang renyah.
Sebelum para penulis cerita dalam negeri menuangkan paradigma ceritanya dalam format chicklit dan teenlit, penerbit seperti Gramedia memang telah membombardir dengan chicklit dan teenlit terjemahan, seperti misalnya pada buku-buku yang berjudul Confession of A Shopaholic, Can You Keep A Secret?, dan Bridget Jones Diary yang juga telah dilayar-lebarkan.
Kini, di rak-rak buku chicklit dan teenlit yang tersebar di toko-toko buku, konsumen buku Indonesia dapat menjumpai buku-buku dengan judul seperti Cintapuccino, Jilbab Spears, Aku vs Sepatu Hak Tinggi, Because I Love You, Beautiful Stranger, Buku Harian yang Terlipat Cadar, God is A Girl, Di Selubung Malam, dan masih banyak lagi. Kesemua buku-buku tersebut pastilah menyumbang terhadap khazanah pengkayaan cerita dari berbagai perspektif. Yang menarik adalah upaya eksperimentatif dan eksploratif seperti yang dilakukan Novia Syahidah, yang menulis novel remaja Di Selubung Malam dengan mempertaruhkan pemahamannya atas referensi dunia antropologi kebudayaan Lombok di Nusa Tenggara Barat.
Paradigma dan Kualitas Cerita
 paradigma dan kualitas cerita yang semestinya disangga dalam penerbitan buku-buku chicklit dan teenlit. Memang, dari segi koridor kualifikasi buku, chicklit dan teenlit tetap tak bisa berkelit dari cerita-cerita populis, yang dianggap tak bermuatan apa-apa, lagi pula tak mempertaruhkan apa-apa. Tentu saja, persepsi seperti ini layak ditepis.
Sastrawan Agus Noor yang merasakan nikmatnya buku best seller karena menulis buku Rendezvous: Kisah Cinta yang tak Setia pernah secara tegas berpendapat bahwa sesungguhnya sudah lama batas antara “sastra serius” dan “sastra pop” tak lagi jadi gangguan dalam penciptaan karya sastra. Dengan sendirinya, persepsi fanatik yang mengotak-kotakkan paradigma cerita tertentu sebagai sesuatu hal yang eksklusif perlu dikritisi, perlu dikaji ulang.
Idealnya, dalam format paradigma cerita chicklit dan teenlit memang juga mempertaruhkan kualitas sehingga tak cuma dianggap slapstick atau gimmick. Betapa pun usungan ideologi cerita yang dibawa telanjur dianggap ngepop dan dangkal dari perspektif “sastra serius”, namun jika ada penulis novel remaja yang menggarap paradigma cerita sebagaimana Novia Syahidah menuliskannya dalam Di Selubung Malam tentu saja karya yang dihasilkannya tetaplah tergolong serius jua.
Pertaruhan wacana antropologis dan sosiologis yang berlatar Lombok pastilah memberi masukan brillian terhadap pengembangan rasionalisasi cultural studies yang begitu berharga dalam menyosialisasikan kekayaan warna lokal kebudayaan yang ada di Indonesia. Karenanya, jika para penulis cerita chicklit dan teenlit menggarap tentang kehidupan seorang perempuan kota metropolitan, misalnya, selayaknya jika tetap memperhitungkan kualitas paradigma cerita sehingga tidak hanya kehidupan kosmopolitanismenya yang tereksplorasi melainkan juga substansi pergeseran kebudayaan masyarakatnya, dari agraris ke urban atau tentang shock culture-nya, sebagai contoh konkret. Atau mungkin yang lain lagi.
Inilah tantangan kreatif yang saya kira bakal sangat berarti dan jika dikembangkan akan lebih memperkaya referensi kita tentang berbagai macam sub kultur yang berserak di belahan daerah mana pun. Seperti contoh yang tak kalah menarik adalah sebuah buku Belajar Nakal (Catatan Berantakan dari Kota Setengah Gila) yang ditulis Adhe Ma’ruf. Meskipun kesannya ditulis dengan gaya yang seenaknya saja, namun sebetulnya justru komprehensif dalam memberi gambaran tentang pergeseran kebudayaan yang mengharu-biru kota Yogyakarta.
Data-data valid yang menunjukkan tentang eksistensi Keraton Yogyakarta dan keberadaan sepeda sebagai bagian the inner of soul masyarakat Yogyakarta terhadirkan dalam buku itu sebagai referensi yang mencerdaskan. Belum lagi ketika terdeskripsikan mengenai fenomena bahasa gaul Yogyakarta, bahasa slengekan seperti yang terepresentasi dalam produk kaos Dagadu yang merambah sampai manca negara. Tentulah para pembaca buku Belajar Nakal seperti mendapatkan anugerah pengetahuan yang begitu subtil meskipun dengan cara penyajian sebagaimana yang harus dipatuhi dalam koridor chicklit dan teenlit.
Gegar Identitas
Konon, masa remaja selalu dianggap sebagai masa rawan karena mengemban risiko tentang pencarian identitas. Jika persepsi ini diamini sebagai kebenaran, niscaya dengan tersosialisasikannya kualitas paradigma cerita buku-buku chicklit dan teenlit yang kredibel justru membantu upaya pematangan pencarian identitas.
Jelas, identitas atau pilihan sikap hidup salah satunya ditentukan oleh seberapa jauh kualitas bacaan yang dilahap seseorang. Karenanya, pada basis usia remajalah alternatif pilihan identitas bisa didesakkan, dan mereka tinggal memilih identitas sesuai dengan maksud dan kemantapan hati nurani.
Banyak buku chicklit dan teenlit yang memberikan alternatif pencarian identitas diri, dari yang maunya normatif sampai yang memberontak. Buku-buku yang mengangkat cerita tentang kelompok musik Skin Head atau sekelompok “geng bengal” seperti Simon Sam sepertinya akan layak dituduh sebagai penghasut rasionalisasi pembentukan identitas diri yang tak lagi memperhatikan moralitas. Padahal, tentu saja tak tepat vonis semacam itu. Bagaimanapun, paradigma cerita yang kualitatif juga sangat relatif. Justru keberjamakan paradigma cerita yang ada tinggal dicomot sebagai salah satu pertimbangan pilihan identitas diri atau memang hanya berhenti sebagai referensi pengetahuan semata.
Yang pasti, mesti ada sikap kompromis, positivistik dalam menerima keberjamakan paradigma cerita yang menggelontor dalam buku-buku chicklit dan teenlit kita hari ini. Karena, di sisi lain, adanya buku-buku chicklit dan teenlit malah membuka peluang sebagai rangsangan menulis di kalangan pelajar kita, yang oleh sastrawan Taufiq Ismail pernah dikhawatirkan sebagai generasi yang rabun sastra, karena kurangnya bacaan sastra yang mereka konsumsi.
Terpulang kepada para remaja kita, apakah memang tergerak untuk membaca dan kemudian ikut menulis apa pun hasilnya? Ayo, bangun, tengoklah buku-buku chicklit dan teenlit, ah, mestinya kalian berucap, “Wow, amazing! Gampang sekali aku bikin seperti itu. Aku bisa! Aku bisa!” Sebuah ucapan yang tak harus terteriakkan dengan mengepalkan tangan, karena juga bisa cukup tergumamkan dalam hati.

2.3 Psikologis Remaja
 Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Setiap tahap perkembangan manusia biasanya diikuti dengan berbagai tuntutan psikologis yang harus dipenuhi, demikian pula pada masa remaja. Sebagian besar pakar psikologi setuju, bahwa jika berbagai tuntutan psikologis yang muncul pada tahap perkembangan manusia tidak berhasil dipenuhi, maka akan muncul dampak yang secara signifikan dapat menghambat kematangan psikologisnya di tahap-tahap yang lebih lanjut. Berikut ini merupakan berbagai tuntutan psikologis yang muncul di tahap remaja, berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi pendidik.
 Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Dewi merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Dewi akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Dewi yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Dewi akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Dewi tidak memiliki teman, dan sebagainya.
 Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orang tua
Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku “pemberontakan” dan melawan keinginan orang tua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orang tua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar. Hal yang sama juga dilakukan remaja terhadap orang-orang ‘yang dianggap sebagai pengganti orang tua’, guru misalnya.
Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin
Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam perkembangan remaja tersebut.
 Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).
 Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah “aku” ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya. Maka penting bagi orang tua dan orang-orang ‘yang dianggap sebagai pengganti orang tua’ untuk mampu menjadikan diri mereka sendiri sebagai idola bagi para remaja tersebut.
Selain berbagai tuntutan psikologis perkembangan diri, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain:
  • Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
  • Emosinya tidak stabil
  • Perkembangan Seksual sangat menonjol
  • Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
  • Terikat erat dengan kelompoknya
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan.
2.3.1 Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
A. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:
  • Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
  • Anak mulai bersikap kritis
B. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
  • Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
  • Memperhatikan penampilan
  • Sikapnya tidak menentu/plin-plan
  • Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
C. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
  • Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
  • Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2.3.2 Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
  • perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
  • mulai menyadari akan realitas
  • sikapnya mulai jelas tentang hidup
  • mulai nampak bakat dan minatnya
Dengan mengetahui berbagai tuntutan psikologis perkembangan remaja dan ciri-ciri usia remaja, diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.
Permasalahan yang sering muncul sering kali disebabkan ketidaktahuan para orang tua dan pendidik tentang baerbagai tuntutan psikologis ini, sehingga perilaku mereka seringkali tidak mampu mengarahkan remaja menuju kepenuhan perkembangan mereka. Bahkan tidak jarang orang tua dan pendidik mengambil sikap yang kontra produktif dari yang seharusnya diharapkan, sehingga semakin mengacaukan perkembangan diri para remaja tersebut. Sebuah PR yang panjang bagi orang tua dan pendidik, yang menuntut mereka untuk selalu mengevaluasi sikap yang diambil dalam pendidikan remaja yang dipercayakan kepada mereka. Dengan demikian, diharapkan para orang tua dan pendidik dapat memberikan rangsangan dan motivasi yang tepat untuk mendorong remaja menuju pada kepenuhan dirinya.

#hak cipta oleh:
Kevin Septiawan
Rika Aprilia
Elsa Pohhiby Wulandari
Stephanus Sutrisno Putra

SMA Eka Wijaya 2011/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar